“ Aku rasa istriku adalah karunia terindah yang Allah berikan kepadaku…
Kebutuhanku selalu
dia penuhi sebelum dirinya. Saat aku pergi meninggalkan rumah, tak ada
gelisah atas anak-anak dan hartaku.
Saat aku di tempat kerja, bahkan saat di luar kota, seringkali ia
menelepon menanyakan keadaanku. Saat aku sakit, ia menjadi yang begitu
perihatin dengan keadaanku. Dan dengan panggilan sayang yang sering ia
ucapkan, aku menjadi begitu bahagia. Aku merasa, bahwa kehadiranku di
dunia ini, keberadaanku di tengah-tengah mereka menjadi semakin
berharga.
Istriku juga akan sangat bahagia saat aneka masakan dan kue yang
dibuatnya lahap kami nikmati. Ia juga begitu senang saat dapat berbagi
dengan para tetangga. Ia selalu mendukung setiap kebaikan yang aku
lakukan. Ia pun tak pernah memberatkanku dengan segala macam tuntutan
yang sulit aku penuhi.
Ia lebih tenang dan senang saat berkumpul bersama
kami di dalam rumah, daripada berkeliling di mal-mal atau tempat
hiburan dan rekreasi.
Bahkan, saat kami kesulitan keuangan, ia tidak jarang harus menjual
perhiasan yang dipakainya secara diam-diam. Menyadari segala kebaikan
yang dipersembahkannya kepadaku, aku merasa sangat miskin kebaikan.
Aku merasa berutang budi begitu banyak terhadapnya. Sepertinya apa
yang selama ini aku berikan sangat tidak sebanding dengan segenap
kebaikan yang ia persembahkan. Dan aku menjadi semakin terharu, saat
menawarkan sedikit kemewahan, tapi ia menolak dan lebih memilih hidup
apa adanya.
Saat aku memberi sesuatu yang membahagiakannya, tak lupa ucapan
terima kasih dan doa mengalir dari bibirnya. Ini semakin memacu
semangatku untuk mengimbangi segala kebaikannya dengan mempersembahkan
kebahagiaan untuknya.
Anak-anakku begitu bahagia saat berada di dekatnya. Kami merasa
begitu sedih dan kehilangan saat ia marah karena sikap atau perkataan
kami yang tak berkenan di hatinya. Dan aku menjadi semakin terharu,
saat ia mengatakan tak berkeberatan untuk mencarikanku istri lagi.
‘Bagaimana mungkin aku membutuhkan wanita lain kalau kamu adalah wanita
terbaik yang aku miliki? Apalagi yang aku cari dari seorang wanita?’
Sejujurnya kuakui, setelah Allah dan Rasul-Nya, ia adalah sumber
kebahagiaan kami. Tapi saat aku mengakui dengan sejujurnya akan hal itu
kepadanya, ia hanya tertawa dan menganggapnya hanya rayuan belaka.
Wahai sayangku, semoga Allah membalas semua kebaikanmu dengan surga-Nya
yang terindah. Engkau adalah bidadari yang Allah karuniakan padaku di
dunia……..”
Dari Suamimu yang tercinta
(Di nukil dari buku “Menjadi Bidadari Cantik ala Islam”, oleh Ummu
Ahmad Rifqi –istri dari Ust. Zaenal Abidin bin Syamsudin Lc. Penerbit
Pustaka Imam Abu Hanifah, Cetakan pertama, Maret 2009)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada para
sahabatnya, “Maukah aku kabarkan kepada kalian tentang istri kalian
yang berada di surga?” Kami berkata, “Ya wahai Rasulullah.” Beliau
bersabda: “Dia adalah wanita yang sangat mencintai lagi subur, bila
sedang marah atau sedang kecewa atau suaminya sedang marah maka ia
berkata, ‘Inilah tanganku aku letakkan di tanganmu dan aku tidak akan
memejamkan mata sebelum engkau ridha kepadaku.”
(HR: Thabrani dalam al Ausath 5806)
Dari Abu Umamah bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam
bersabda, “Tidak ada perkara yang lebih bagus bagi seorang mukmin
setelah bertakwa kepada Allah daripada istri yang shalihah, bila ia
menyuruhnya maka ia menaatinya, bila ia memandangnya membuat hati
senang, bila bersumpah maka ia mendukungnya dan bila ia pergi maka ia
dengan tulus menjaga diri dan hartanya.”