Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku.
Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas
istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan
lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya
kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat
menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami
sempurna untuk putri satu-satunya mereka.
Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala
hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak
pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu
bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya
setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku
padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua
keinginanku.
Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani
melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku.
Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku
sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan
meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku
meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia
menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai
pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia
menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang
dengan teman-temanku.
Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja,
tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB
dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam
sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia
membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari
empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.
Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah
ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran
yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak
hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku
mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.
Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang
ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami
dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah
yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari
itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku.
Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang
mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan
tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan
perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.
Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti
anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak
menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan
pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia
kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat
untuk pergi.
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan
waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam
kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang
tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan
kegiatan kami. Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun
betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di
rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak
menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang
terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan
bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya
uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke
tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya
menjelaskan dengan lembut.
Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa
menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali
berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah
membentak. “Apalagi??”
“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya
padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku
menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu
jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir
dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si
empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan
mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa
malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku
gengsi untuk berhutang dulu.
Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku
segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar
sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun
sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering
teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.
Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara
bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon
suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu
memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak
armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata
seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan
saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya
terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku
berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang
kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya
ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.
Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana
juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya
diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku
tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan
segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat
ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan
menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena
kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan
kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan
kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada
airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah
ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi
kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.
Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku
termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar
menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan
kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa
yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami.
Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali
pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum
hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap
berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku
padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis
tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti,
airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam
mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti
menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang
telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.
Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku
hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang
kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi
terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen
mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku
sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak
pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak
disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie
instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia
mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak
untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak
perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan
masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari
karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi
permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau
jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.
Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika
melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak
tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun
dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku
dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka
kehilangan dirinya.
Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan
seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam
keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk
termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku
makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau
aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi,
aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang
datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang
datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa
melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjanya kebingungan menjawab
teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok
pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.
Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi
sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali.
Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi
kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku
begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku
tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap
tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu
aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja,
sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau
kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan
mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan
kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru
menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.
Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan
normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih
di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak
bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang
membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat
meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin
meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang
dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak
baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus
dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan
begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak.
Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah
menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.
Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk
bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus
kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan
tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya
selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah
yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan
setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya
bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya.
Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya
ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun
menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh
uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah
bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja
atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan
kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi
bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali.
Semuanya selalu diatur oleh dia.
Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama
seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris
memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan
seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam
surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi
suratnya untukku.
Istriku Liliana tersayang,
Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena
harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf
karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah
memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak
adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.
Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi
aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku
telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku
tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan
tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan
mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.
Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk
membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan
padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama
ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh
yang lebih baik dariku.
Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa
mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria
pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi
dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya.
Oke, Buddy!
Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang
diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.
Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa
tabungan dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa
usaha dari hasil tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil
meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa
menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga
ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.
Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang
hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam
hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika
orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku
selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku
saat suamiku pergi.
Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi
putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami
bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya
Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”
Aku merangkulnya sambil berkata “Cinta sayang, cintailah suamimu,
cintailah pilihan hatimu, cintailah apa yang ia miliki dan kau akan
mendapatkan segalanya. Karena cinta, kau akan belajar menyenangkan
hatinya, akan belajar menerima kekurangannya, akan belajar bahwa sebesar
apapun persoalan, kalian akan menyelesaikannya atas nama cinta.”
Putriku menatapku, “seperti cinta ibu untuk ayah? Cinta itukah yang membuat ibu tetap setia pada ayah sampai sekarang?”
Aku menggeleng, “bukan, sayangku. Cintailah suamimu seperti ayah
mencintai ibu dulu, seperti ayah mencintai kalian berdua. Ibu setia pada
ayah karena cinta ayah yang begitu besar pada ibu dan kalian berdua.”
Aku mungkin tak beruntung karena tak sempat menunjukkan cintaku pada
suamiku. Aku menghabiskan sepuluh tahun untuk membencinya, tetapi
menghabiskan hampir sepanjang sisa hidupku untuk mencintainya. Aku bebas
darinya karena kematian, tapi aku tak pernah bisa bebas dari cintanya
yang begitu tulus.
WANITA PENGHUNI NERAKA
Tentang hal ini, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
« اطَّلَعْتُ فِى الْجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا
الْفُقَرَاءَ وَاطَّلَعْتُ فِى النَّارِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا
النِّسَاءَ ».
“Aku melihat ke dalam Surga maka aku melihat kebanyakan penduduknya
adalah fuqara (orang-orang fakir) dan aku melihat ke dalam neraka maka
aku menyaksikan kebanyakan penduduknya adalah wanita.” (HR. Bukhari, no.
3069 dan Muslim no.7114, dari Ibnu Abbas dan Imran serta selain
keduanya)
Dari Usamah Bin Zaid –radhiyallahu anhu- beliau berkata: Rasulullah –shalallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:
«قُمْتُ عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا
الْمَسَاكِينُ، وَإِذَا أَصْحَابُ الْجَدِّ مَحْبُوسُونَ إِلاَّ أَصْحَابَ
النَّارِ فَقَدْ أُمِرَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ وَقُمْتُ عَلَى بَابِ
النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ». رواه مسلم
(رقم:7113).
“Aku berdiri di depan pintu syurga, lalu (kulihat) kebanyakkan orang
yang masuk kedalamnya adalah orang orang miskin, dan orang orang yang
kaya di tahan kecuali penghuni neraka mereka di suruh untuk masuk
keneraka, dan aku berdiri di depan pintu neraka maka (kulihat)
kebanyakkan yang masuk kedalamnya adalah wanita”. (H. R Muslim, no.
7113).
Dari Imran bin Husain dia berkata, Nabi -Shalallahu ‘alaihi wassalam- bersabda :
( إن أقل ساكني الجنة النساء ). رواه مسلم (7118).
“Sesungguhnya penduduk surga yang paling sedikit adalah wanita.” (HR. Muslim, no. 7118).
Imam Qurthubi rahimahullah mengomentari hadits di atas seraya berkata:
(قال علماؤنا: إنما كان النساء أقل ساكني الجنة لما يغلب عليهن من الهوى
و الميل إلى عاجل زينة الدنيا لنقصان عقولهن أن تنقدن بصائرها إلى الأخرى
فيضعفن عن عمل الآخرة والتأهب لها ولميلهن إلى الدنيا والتزين بها و لها ثم
مع ذلك هن أقوى أسباب الدنيا التي تصرف الرجال عن الأخرى لما لهم فيهن من
الهوى والميل لهن فأكثرهن معرضات عن الآخرة بأنفسهن صارفات عنها لغيرهن
سريعات الانخداع لداعيهن من المعرضين عن الدين عسيرات الاستجابة لمن يدعوهن
إلى الأخرى و أعمالها من المقتين). التذكرة
“Penyebab sedikitnya kaum wanita yang masuk Surga adalah hawa nafsu
yang mendominasi pada diri mereka, kecondongan mereka kepada
kesenangan-kesenangan dunia, dan berpaling dari akhirat karena kurangnya
akal mereka dan mudahnya mereka untuk tertipu dengan
kesenangan-kesenangan dunia yang menyebabkan mereka lemah untuk beramal.
Kemudian mereka juga sebab yang paling kuat untuk memalingkan kaum pria
dari akhirat dikarenakan adanya hawa nafsu dalam diri mereka,
kebanyakan dari mereka memalingkan diri-diri mereka dan selain mereka
dari akhirat, cepat tertipu jika diajak kepada penyelewengan terhadap
agama dan sulit menerima jika diajak kepada akhirat.” (Jahannam Ahwaluha
wa Ahluha halaman 29-30 dan At Tadzkirah halaman 369)
Hadits hadits diatas menjelaskan kepada kita apa yang disaksikan oleh
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam tentang penduduk Surga yang
mayoritasnya adalah fuqara (para fakir miskin) dan neraka yang mayoritas
penduduknya adalah wanita. Tetapi hadits ini tidak menjelaskan
sebab-sebab yang mengantarkan mereka ke dalam neraka dan menjadi
mayoritas penduduknya, namun disebutkan dalam hadits lainnya.
Ciri ciri wanita penghuni neraka:
Jika kita membaca hadits Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam
tentang penghuni neraka, niscaya kita akan dapati beberapa sebab yang
menjerumuskan kaum wanita ke dalam neraka bahkan menjadi mayoritas
penduduknya dan yang menyebabkan mereka menjadi golongan minoritas dari
penghuni Surga, diantaranya:
1. Kufur Terhadap Suami dan Kebaikan-Kebaikannya
Di dalam kisah gerhana matahari yang Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam dan para shahabatnya melakukan shalat gerhana padanya dengan
shalat yang panjang, beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam melihat Surga
dan neraka, seraya bersabda:
((…ورأيت النار فلم أر منظرا كاليوم قط ورأيت أكثر أهلها النساء قالوا:
بم يا رسول الله ؟ قال بكفرهن قيل أيكفرن بالله ؟ قال: يكفرن العشير ويكفرن
الإحسان لو أحسنت إلى إحداهن الدهر كله ثم رأت منك ما تكره قالت ما رأيت
منك خيرا قط )) رواه البخاري.
“ … Dan aku melihat neraka maka tidak pernah aku melihat pemandangan
seperti ini sama sekali, aku melihat kebanyakan penduduknya adalah kaum
wanita. Shahabat pun bertanya :“Mengapa (demikian) wahai Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam?” Beliau Shalallahu ‘alaihi wassalam
menjawab : “Karena kekufuran mereka.” Kemudian ditanya lagi : “Apakah
mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab :“Mereka kufur terhadap
suami-suami mereka, kufur terhadap kebaikan-kebaikannya. Kalaulah engkau
berbuat baik kepada salah seorang di antara mereka selama waktu yang
panjang kemudian dia melihat sesuatu pada dirimu (yang tidak dia sukai)
niscaya dia akan berkata : ‘Aku tidak pernah melihat sedikitpun kebaikan
pada dirimu.’ ” (HR. Bukhari, no. 1053, dari Ibnu Abbas radliyallahu
‘anhuma)
Kekufuran model ini terlalu banyak kita dapati di tengah keluarga
kaum Muslimin, yakni seorang istri yagn mengingkari kebaikan-kebaikan
suaminya selama sekian waktu yang panjang hanya dengan sikap suami yang
tidak cocok dengan kehendak sang istri sebagaimana kata pepatah, panas
setahun dihapus oleh hujan sehari. Padahal yang harus dilakukan oleh
seorang istri ialah bersyukur terhadap apa yang diberikan suaminya,
janganlah ia mengkufuri kebaikan-kebaikan sang suami karena Allah
Subhanahu wa Ta’ala tidak akan melihat istri model begini sebagaimana
dijelaskan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :
(لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى إِلَى امْرَأَةٍ لاَ
تَشْكَرُ لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ). رواه النسائي في
السنن الكبرى (رقم:9086) والبزار في مسنده (2349). وصححه الشيخ الألباني في
الصحيحة (رقم: 289).
“Allah tidak akan melihat kepada wanita yang tidak mensyukuri
suaminya sedang ia selalu membutuhkannya.” (HR. Nasa’i di dalam Al Kubra
(9086) dan Al Bazzar dalam musnadnya (2349) dari Abdullah bin ‘Amr). Di
shohihkan oleh syekh Al Bani (no. 289).
Hadits di atas adalah peringatan keras bagi para wanita Mukminah yang
menginginkan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Surga-Nya. Maka tidak
sepantasnya bagi wanita yang mengharapkan akhirat untuk mengkufuri
kebaikan-kebaikan suaminya dan nikmat-nikmat yang diberikannya atau
meminta dan banyak mengadukan hal-hal sepele yang tidak pantas untuk
dibesar-besarkan.
Jika demikian keadaannya maka sungguh sangat cocok sekali jika wanita
yang kufur terhadap suaminya serta kebaikan-kebaikannya dikatakan
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai mayoritas kaum yang masuk
ke dalam neraka walaupun mereka tidak kekal di dalamnya.
Cukup kiranya istri-istri Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam dan
para shahabiyah sebagai suri tauladan bagi istri-istri kaum Mukminin
dalam mensyukuri kebaikan-kebaikan yang diberikan suaminya kepadanya,
agar mereka tergolong kedalam orang orang yang mensyukuri Allah Ta’ala,
sebagaimana yang di jelaskan oleh Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam
dalam sabda beliau:
(( لا يشكر الله من لا يشكر الناس )). أبو داود (رقم: 4813).
“Tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia”
2. Durhaka Terhadap Suami (النشوز)
Kedurhakaan yang dilakukan seorang istri terhadap suaminya pada
umumnya berupa tiga bentuk kedurhakaan yang sering kita jumpai pada
kehidupan masyarakat kaum Muslimin.
Tiga bentuk kedurhakaan itu adalah :
1. Durhaka dengan ucapan.
2. Durhaka dengan perbuatan.
3. Durhaka dengan ucapan dan perbuatan.
Bentuk pertama ialah seorang istri yang biasanya berucap dan bersikap
baik kepada suaminya serta segera memenuhi panggilannya, tiba-tiba
berubah sikap dengan berbicara kasar dan tidak segera memenuhi panggilan
suaminya. Atau ia memenuhinya tetapi dengan wajah yang menunjukkan rasa
tidak senang atau lambat mendatangi suaminya. Kedurhakaan seperti ini
sering dilakukan seorang istri ketika ia lupa atau memang sengaja
melupakan ancaman-ancaman Allah terhadap sikap ini.
Termasuk bentuk kedurhakaan ini ialah apabila seorang istri
membicarakan perbuatan suami yang tidak ia sukai kepada teman-teman atau
keluarganya tanpa sebab yang diperbolehkan syar’i. Atau ia menuduh
suaminya dengan tuduhan-tuduhan dengan maksud untuk menjelekkannya dan
merusak kehormatannya sehingga nama suaminya jelek di mata orang lain.
Bentuk serupa adalah apabila seorang istri meminta di thalaq atau di
khulu’ (dicerai) tanpa sebab syar’i. Atau ia mengaku-aku telah dianiaya
atau didhalimi suaminya atau yang semisal dengan itu.
Permintaan cerai biasanya diawali dengan pertengkaran antara suami
dan istri karena ketidakpuasan sang istri terhadap kebaikan dan usaha
sang suami. Atau yang lebih menyedihkan lagi bila hal itu dilakukannya
karena suaminya berusaha mengamalkan syari’at-syari’at Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan sunnah-sunnah Rasul-Nya Shalallahu ‘alaihi wassalam.
Sungguh jelek apa yang dilakukan istri seperti ini terhadap suaminya.
Ingatlah sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam :
« أَيُّمَا امْرَأَةٍ سَأَلَتْ زَوْجَهَا طَلاَقًا فِى غَيْرِ مَا بَأْسٍ فَحَرَامٌ عَلَيْهَا رَائِحَةُ الْجَنَّةِ ».
“Wanita mana saja yang meminta cerai pada suaminya tanpa sebab (yang
syar’i, pent.) maka haram baginya wangi Surga.” (HR. Abu Daud, no. 2228,
dan Ibnu Majah, no. 2055). Di shohihkan oleh syekh Al Bani dalam
“shohih sunan abu daud” (no. 1928).
Bentuk kedurhakaan kedua yang dilakukan para istri terjadi dalam hal
perbuatan yaitu ketika seorang istri tidak mau melayani kebutuhan
seksual suaminya atau bermuka masam ketika melayaninya atau menghindari
suami ketika hendak disentuh dan dicium atau menutup pintu ketika suami
hendak mendatanginya dan yang semisal dengan itu.
Dalam hadits Rasulullah bersabda:
(إذا دعا الرجل امرأته إلى فراشه فلم تأت لعنتها الملائكة حتى تصبح) وفي
لفظ (فبات و هو عليها غضبان لعنتها الملائكة حتى تصبح). ولفظ الصحيحين
أيضا: (إذا باتت المرأة هاجرة فراش زوجها فتأبى عليه إلا كان الذي في
السماء ساخطا عليها حتى يرضى عنها زوجها).
“Apabila suami mengajak istri keranjangnya (untuk jima’) lalu ia
tidak memenuhi maka ia dilaknat oleh para malaikat sampai subuh”. Dalam
riwayat : “lalu ia tidur malam sedang suaminya murka maka para malaikat
akan melaknatnya sampai subuh”. Dalam riwayat lain: “Apabila istri
diwaktu malam meninggalkan ranjang suaminya, ia enggan mendatanginya,
maka yang di langit (Allah) akan murka kepadanya sampai ia minta
keridhaan suaminya”.
Termasuk dari bentuk ini ialah apabila seorang istri keluar rumah
tanpa izin suaminya walaupun hanya untuk mengunjungi kedua orang tuanya.
Yang demikian seakan-akan seorang istri lari dari rumah suaminya tanpa
sebab syar’i. Demikian pula jika sang istri enggan untuk bersafar
(melakukan perjalanan) bersama suaminya, mengkhianati suami dan
hartanya, membuka dan menampakkan apa yang seharusnya ditutupi dari
anggota tubuhnya, berjalan di tempat umum dan pasar-pasar tanpa mahram,
bersenda gurau atau berbicara lemah-lembut penuh mesra kepada lelaki
yang bukan mahramnya dan yang semisal dengan itu.
Bentuk lain adalah apabila seorang istri tidak mau berdandan atau
mempercantik diri untuk suaminya padahal suaminya menginginkan hal itu,
melakukan puasa sunnah tanpa izin suaminya, meninggalkan hak-hak Allah
seperti shalat, mandi janabat, atau puasa Ramadlan.
Dalam hadits Rasulullah bersabda:
((لا يحل لامرأة تؤمن بالله و اليوم الآخر أن تصوم وزوجها شاهد إلا بإذنه ولا تأذن في بيته إلا بإذنه)) أخرجه البخاري.
“Tidak boleh bagi perempuan yang beriman dengan Allah dan hari
akhirat berpuasa (sunat) sedang suminya bersamanya kecuali dengan
izinnya, dan tidak mengizinkan (seseorangpun) masuk kedalam rumahnya
kecuali dengan izinnya”.
Maka setiap istri yang melakukan perbuatan-perbuatan seperti tersebut
adalah istri yang durhaka terhadap suami dan bermaksiat kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala.
Jika kedua bentuk kedurhakaan ini dilakukan sekaligus oleh seorang
istri maka ia dikatakan sebagai istri yang durhaka dengan ucapan dan
perbuatannya. (Dinukil dari kitab An Nusyuz karya Dr. Shaleh bin Ghanim
As Sadlan halaman 23-25 dengan beberapa tambahan).
Sungguh merugi wanita yang melakukan kedurhakaan ini. Mereka lebih
memilih jalan ke neraka daripada jalan ke Surga karena memang biasanya
wanita yang melakukan kedurhakaan-kedurhakaan ini tergoda oleh
angan-angan dan kesenangan dunia yang menipu.
Ketahuilah wahai saudariku Muslimah, jalan menuju Surga tidaklah
dihiasi dengan bunga-bunga nan indah, melainkan dipenuhi dengan
rintangan-rintangan yang berat untuk dilalui oleh manusia kecuali
orang-orang yang diberi ketegaran iman oleh Allah. Tetapi ingatlah di
ujung jalan ini ada Surga yang Allah sediakan untuk hamba-hamba-Nya yang
sabar menempuhnya. Ketahuilah pula bahwa jalan menuju neraka memang
indah, penuh dengan syahwat dan kesenangan dunia yang setiap manusia
tertarik untuk menjalaninya.
Rasulullah bersabda:
«حُفَّتِ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ». رواه مسلم (7308).
“(Jalan ke) Syurga dipenuhi dengan rintangan rintangan dan (jalan ke)
neraka di penuhi denga syahawat”. (H. R Muslim, no. 7308, dari Anas Bin
Malik –radhiyallahu ‘anhu-).
Dan ketahuilah bahwa suamimu wahai saudariku Muslimah adalah syurgamu
atau nerakamu, jika kamu mentaatinya balasanmu adalah syurga, akan
tetapi sebaliknya jika kamu mendurhakainya maka nerakalah balasannya,
sebagaimana dalam hadits:
(أَنَّ عَبْدَ اللهِ بْنَ مِحْصَنٍ أَخْبَرَ عَنْ عَمَّةٍ لَهُ أَنَّهَا
دَخَلَتْ عَلَى رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ
رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِبَعْضِ الْحَاجَةِ
فَقَضَى حَاجَتَهَا فَقَالَ لَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: أَذَاتُ زَوْجٍ أَنْتِ ؟ قَالَتْ: نَعَمْ قَالَ: كَيْفَ أَنْتِ
لَهُ ؟ قَالَتْ: مَا آلُوهُ، إِلاَّ مَا عَجَزْتُ عَنْهُ فَقَالَ رَسُولُ
اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : انْظُرِي أَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ،
فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ). رواه النسائي في السنن الكبرى (رقم:8913)
وأحمد في المسند (رقم:27352) وصححه الألباني في الصحيحة (رقم:2612).
“Abdullah Bin Mihshan mengabarkan dari bibinya, bahwasanya ia masuk
menemui Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, lalu Rasulullah berdiri
(pergi) untuk sebagian keperluannya, lalu ia memenuhi kebutuhannya, dan
beliau bertanya kepadanya: apakah kamu mempunyai suami? Ia menjawab: Ya,
beliau bertanya: bagaimana (sikap/layanan) kamu kepadanya, ia menjawab:
Saya tidak membiarkannya (selalu memperhatikannya) kecuali jika saya
tidak mampu, maka Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda:
“perhatikanlah sikapmu (layananmu) kepadanya, sesungguh ia adalah
syurgamu dan nerakamu”).
Maksudnya adalah: ia (suami) adalah penyebab istri masuk syurga
dengan keredhaannya, dan juga penyebab istri masuk nereka dengan
kemurkaannya, maka hendaklah para istri bermu’amalah baik dan memberikan
layanan yang terbaik dan tidak menyelisihi perintahnya selagi dalam
keta’atan kepada Allah.
Dalam hadits Rasulullah –shalallahu’alahi wasallam- bersabda:
(لو كنت آمرا أحدا أن يسجد لأحد لأمرت المرأة أن تسجد لزوجها). رواه الترمذي.
“Jika aku menyuruh seorang sujud kepda seseorang tentu akan akau suruh istri sujud kepada suaminya”.
Hanya wanita yang bijaksanalah yang mau bertaubat kepada Allah dan
meminta maaf kepada suaminya dari kedurhakaan-kedurhakaan yang pernah ia
lakukan. Ia akan kembali berusaha mencintai suaminya dan sabar dalam
mentaati perintahnya. Ia mengerti nasib di akhirat dan bukan
kesengsaraan di dunia yang ia takuti dan tangisi.
3. Tabarruj
Yang dimaksud dengan tabarruj ialah seorang wanita yang menampakkan
perhiasannya dan keindahan tubuhnya serta apa-apa yang seharusnya wajib
untuk ditutupi dari hal-hal yang dapat menarik syahwat lelaki. (Jilbab
Al Mar’atil Muslimah halaman 120)
Hal ini kita dapati pada sabda Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam
tentang wanita-wanita yang berpakaian tapi hakikatnya telanjang
dikarenakan minimnya pakaian mereka dan tipisnya bahan kain yang
dipakainya. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
« صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ أَرَهُمَا قَوْمٌ مَعَهُمْ
سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُونَ بِهَا النَّاسَ، وَنِسَاءٌ
كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيلاَتٌ مَائِلاَتٌ، رُءُوسُهُنَّ كَأَسْنِمَةِ
الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ رِيحَهَا
وَإِنَّ رِيحَهَا لَيُوجَدُ مِنْ مَسِيرَةِ كَذَا وَكَذَا ». رواه مسلم
(رقم: 5704).
“Dua golongan dari penghuni nereka yang tidak (perna) aku lihat:
suatu kaum yang memiliki cambuk (cemeti) seperti ekor sapi yang mereka
gunakan untuk memukul manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tetapi
hakikatnya mereka telanjang, melenggak-lenggokkan kepala mereka (karena
sombong dan berpaling dari ketaatan kepada Allah dan suaminya), kepala
mereka seakan-akan seperti punuk onta. Mereka tidak masuk Surga dan
tidak mendapatkan wanginya Surga padahal wanginya bisa didapati dari
jarak perjalanan sekian dan sekian.” (HR. Muslim, no. 5704 ).
Ibnul ‘Abdil Barr rahimahullah mengomentari hadits diatas seraya
berkata: “Wanita-wanita yang dimaksudkan Nabi Shalallahu ‘alaihi
wassalam adalah yang memakai pakaian yang tipis yang membentuk tubuhnya
dan tidak menutupinya, maka mereka adalah wanita-wanita yang berpakaian
pada dhahirnya dan telanjang pada hakikatnya … .” (Dinukil oleh Suyuthi
di dalam Tanwirul Hawalik 3/103 )
Mereka adalah wanita-wanita yang hobi menampakkan perhiasan mereka,
padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang hal ini dalam
firman-Nya :
(ولا يبدين زينتهن إلا ما ظهر منها ) النور: 31
“Dan janganlah mereka menampakkan perhiasan-perhiasan mereka kecuali yang tampak darinya.” (An Nur : 31)
Imam Adz Dzahabi rahimahullah menyatakan di dalam kitab Al Kabair
halaman 131 : “Termasuk dari perbuatan-perbuatan yang menyebabkan mereka
dilaknat ialah menampakkan hiasan emas dan permata yang ada di dalam
niqab (tutup muka/kerudung) mereka, memakai minyak wangi dengan misik
dan yang semisalnya jika mereka keluar rumah … .”
Dan ini adalah termasuk dosa besar sebagaiamana yang di sebutkan oleh
Ibnu Hajar AL Haitami dalam kitabnya (Az zawajir ‘anil iqtiraafil
kabaair), dosa besar no. 108.
Dengan perbuatan seperti ini berarti mereka secara tidak langsung
menyeret kaum pria ke dalam neraka, karena pada diri kaum wanita
terdapat daya tarik syahwat yang sangat kuat yang dapat menggoyahkan
keimanan yang kokoh sekalipun. Terlebih bagi iman yang lemah yang tidak
dibentengi dengan ilmu Al Qur’an dan As Sunnah. Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam sendiri menyatakan di dalam hadits yang shahih bahwa
fitnah yang paling besar yang paling ditakutkan atas kaum pria adalah
fitnahnya wanita.
Sejarah sudah berbicara bahwa betapa banyak tokoh-tokoh legendaris
dunia yang tidak beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hancur
karirnya hanya disebabkan bujuk rayu wanita.
Dan berapa banyak persaudaraan di antara kaum Mukminin terputus hanya
dikarenakan wanita. Berapa banyak seorang anak tega dan menelantarkan
ibunya demi mencari cinta seorang wanita, dan masih banyak lagi kasus
lainnya yang dapat membuktikan bahwa wanita model mereka ini memang
pantas untuk tidak mendapatkan wanginya Surga.
Hanya dengan ucapan dan rayuan seorang wanita mampu menjerumuskan
kaum pria ke dalam lembah dosa dan hina terlebih lagi jika mereka
bersolek dan menampakkan di hadapan kaum pria. Tidak mengherankan lagi
jika di sana-sini terjadi pelecehan terhadap kaum wanita, karena yang
demikian adalah hasil perbuatan mereka sendiri. Oleh karenanya Allah
menyuruh mereka untuk menetap dirumah dan melarang bertabarruj,
sebagaimana dalam firman-Nya:
(وقرن في بيوتكن ولا تبرجن تبرج الجاهلية الأولى) الأحزاب: 33
“Dan tinggallah kalian di rumah-rumah kalian dan janganlah kalian
bertabarruj dengan tabarrujnya orang-orang jahiliyyah pertama dahulu.”
(Al Ahzab : 33)
Masih banyak sebab-sebab lainnya yang mengantarkan wanita menjadi
mayoritas penduduk neraka. Tetapi kami hanya mencukupkan tiga sebab ini
saja karena memang tiga model inilah yang sering kita dapati di dalam
kehidupan masyarakat negeri kita ini.
Sebagian amalan yang menyelamatkan dari nereka:
Dari salah satu hadits diatas kita dapatkan Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wassalam menuntunkan satu amalan yang dapat menyelamatkan kaum
wanita dari adzab neraka. Ketika beliau selesai khutbah hari raya yang
berisikan perintah untuk bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
anjuran untuk mentaati-Nya. Beliau pun bangkit mendatangi kaum wanita,
beliau menasehati mereka dan mengingatkan mereka tentang akhirat
kemudian beliau bersabda : “Bershadaqahlah kalian! Karena kebanyakan
kalian adalah kayu bakarnya Jahanam!” Maka berdirilah seorang wanita
yang duduk di antara wanita-wanita lainnya yang berubah kehitaman kedua
pipinya, iapun bertanya : “Mengapa demikian, wahai Rasulullah?” Beliau
menjawab : “Karena kalian banyak mengeluh dan kalian kufur terhadap
suami!” (HR. Bukhari)
Ukhti muslimah !!
Bershadaqahlah! Karena shadaqah adalah satu jalan untuk menyelamatkan
kalian dari adzab neraka. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyelamatkan kita semua dari adzabnya. Amin.
Wallahu A’lam bish Shawwab.